Cerita di Akhir Agustusku
Agustus 2016, awal musim kemarau di beberapa daerah di Indonesia. Suasana panas di pagi dan siang hari, lalu dingin di malam hari. Namun hari ini, di sabtu pagi di akhir bulan Agustus, masih kutemui hujan di musim kemarau. Suasana dingin di pagi hari yang aku rasakan bersama angin sepoi-sepoi dan guguran daun yang menemani sabtu pagiku di sebuah gedung tempatku biasa bercengkerama bersama yang lain, kini kunikmati hanya bersama kesayangan <red: laptop>. Hari-hari terakhir di Agustus 2016 kini terasa sangat menyesakkan. Bukan karna tidak adanya kamu di hidupku, tapi memang segala hal ini terasa menyiksa. Aku merasa terbebani, atas apa yang seharusnya aku lakukan tapi ternyata dilakukan oleh orang lain. Atas tanggung jawab yang seharusnya aku emban, tapi tanpa aku ketahui orang lain ternyata menginginkannya. Bukankah dari awal aku selalu menolak sesuatu yang diberikan kepadaku hanya karna aku tidak mau jika pada akhirnya aku harus menyakiti orang lain? Tapi kenapa, tidak satupun dari mereka mengerti posisiku? Kini aku sadar, ada sesuatu yang harus dikorbankan entah untuk posisi setinggi apapun. Sebegitukah hidup yang digambarkan dengan tuas dan jungka jungkit? Dimana untuk sampai pada tempat yang tinggi, butuh beban yang lebih berat dari seharusnya?
Lelaah.. aku begitu lelah dengan semua ini, berpura-pura kuat hanya karna tak ingin orang lain ikut merasa lelah melihatku. Berusaha tersenyum untuk menumbuhkan semangat bagi diriku sendiri. Hingga terkadang aku merasa, kenapa begitu mudah menyemangati orang lain sedang terasa begitu berat bagi diri sendiri? Andai aku hanya seorang diri, mungkin segala hal terasa jauh lebih berat dari ini. Tapi aku punya mereka, teman-teman yang selalu mengajarkan banyak hal padaku. Orang-orang yang memberi warna-warni di hidupku.
Sabtu pagiku di Agustus ini, aku merasakan banyak hal dalam hidupku. Ada begitu banyak perasaan yang bahkan tak dapat aku ungkapkan satu persatu. Perasaan bahagia yang aku dapatkan dari orang-orang yang kutemui sepanjang pagi ini. Perasaan cemas menanti. Perasaan kecewa atas janji yang tidak ditepati. Perasaan tak dianggap oleh orang-orang yang aku hargai. Perasaan haru melihat orang-orang yang kurang beruntung dibanding diriku. Perasaan marah yang entah kepada siapa harus aku luapkan. Perasaan-perasaan ini begitu membelengguku. Bahkan aku tidak bisa menyalurkan perasaan-perasaan ini. Sangat sulit bersikap diam dan tenang seolah tidak terjadi apapun. Menyimpan rapat-rapat segala perasaan ini membuatku takut jika aku kalap, dan pada akhirnya satu-satunya cara menyikapinya hanyalah dengan menuangkannya di dalam bentuk tulisan. Entah untuk ku simpan sendiri atau untuk kubagi dengan orang-orang yang belum aku kenal.
Semarang, 27 Agustus 2016
-NH-
(Yang masih belajar mengendalikan hati dan bersiap jika nantinya terluka kembali)
Lelaah.. aku begitu lelah dengan semua ini, berpura-pura kuat hanya karna tak ingin orang lain ikut merasa lelah melihatku. Berusaha tersenyum untuk menumbuhkan semangat bagi diriku sendiri. Hingga terkadang aku merasa, kenapa begitu mudah menyemangati orang lain sedang terasa begitu berat bagi diri sendiri? Andai aku hanya seorang diri, mungkin segala hal terasa jauh lebih berat dari ini. Tapi aku punya mereka, teman-teman yang selalu mengajarkan banyak hal padaku. Orang-orang yang memberi warna-warni di hidupku.
Sabtu pagiku di Agustus ini, aku merasakan banyak hal dalam hidupku. Ada begitu banyak perasaan yang bahkan tak dapat aku ungkapkan satu persatu. Perasaan bahagia yang aku dapatkan dari orang-orang yang kutemui sepanjang pagi ini. Perasaan cemas menanti. Perasaan kecewa atas janji yang tidak ditepati. Perasaan tak dianggap oleh orang-orang yang aku hargai. Perasaan haru melihat orang-orang yang kurang beruntung dibanding diriku. Perasaan marah yang entah kepada siapa harus aku luapkan. Perasaan-perasaan ini begitu membelengguku. Bahkan aku tidak bisa menyalurkan perasaan-perasaan ini. Sangat sulit bersikap diam dan tenang seolah tidak terjadi apapun. Menyimpan rapat-rapat segala perasaan ini membuatku takut jika aku kalap, dan pada akhirnya satu-satunya cara menyikapinya hanyalah dengan menuangkannya di dalam bentuk tulisan. Entah untuk ku simpan sendiri atau untuk kubagi dengan orang-orang yang belum aku kenal.
Semarang, 27 Agustus 2016
-NH-
(Yang masih belajar mengendalikan hati dan bersiap jika nantinya terluka kembali)
Komentar
Posting Komentar