Postingan

Menampilkan postingan dari 2021

Satu

 Hai 2022, sebentar lagi kita akan berjumpa.  Mungkin 2021 bukan tahun terbaik, tapi setidaknya aku mengenal beberapa orang baik.  Kalau di kilas balik, 2021 lebih berat dari 2020. 2021 awal aku membangun lagi hidupku yang hancur, kemudian dipatahkan lagi oleh kehilangan-kehilangan beruntun.  Konflik-konflik yang lebih nyata mulai bermunculan.  Keputusan-keputusan sulit mulai harus dijalankan.  Memulai hidup baru dengan meninggalkan semuanya dan melakukan hal yang benar-benar baru pertama kalinya.  Sulit? Sangat sulit Lelah? Sangat Ngeluh? Hampir setiap saat Tanggapan orang-orang sekitar? Tidak pernah baik, membuatnya jadi makin terasa sulit dilewati.  Menjelang akhir 2021 aku mulai mengenal karakter-karakter baru yang jauh berbeda dari ekspektasiku.  Kecemasan-kecemasan di awal tahun mulai kembali menghantui.  Perasaan-perasaan takut akan banyak hal mulai muncul.  Khawatir selalu menjadi beban, tidak bisa diandalkan dan selalu mere...

Perayaan

Gambar
Kali ini semua tak lagi sama. Tak ada yang benar-benar sama.  Satu-satunya hal yang sama hanyalah kesendirian dalam perayaan karna telah mampu bertahan dan masih memiliki pengharapan. Kita tak pernah tahu kapan waktu memberikan kita kesempatan lebih lama untuk bersua dengan semua.  Hadiah wajib di 25 tahun ini adalah apresiasi untuk diri sendiri, banyak orang yang berusaha dan bekerja lebih keras. Tapi bagaimana pun aku juga sudah berusaha. Terima kasih banyak karna telah berjuang. Meski tak pernah ada perjuangan yang bisa dinilai sama dengan kebanyakan orang, aku telah melewati banyak hal yang dulu dirasa berat dilalui oleh diriku sendiri. Terima kasih sudah bertahan, kamu hebat dan kuat dengan caramu. Terima kasih dan tetap cintai dirimu sendiri.  Hidup memang tak pernah mudah, kali ini banyak ingin yang harus dipendam.  Banyak hal yang harus tetap diputuskan dan dilakukan.  Di 25 tahun ini, beberapa hal menjadi yang pertama bagiku dan menjadi yang pertama bag...

Ngeluh

Kadang kalo capek banget emang bawaannya lebih sensitif. Pengin cerita, pengin ngeluh, tapi berakhir tidak sesuai ingin. Ngeluh capek, dibilang nggak bisa tahan. Ngeluh sakit, dibilang terlalu lemah. Hidup rasanya jadi serba salah. Padahal emang lagi kerasa capek dan sakit banget. Makin sedih kalo liat temen2 yang sama-sama ngeluhnya, sama-sama ngerasain capeknya, tapi ditanggapi baik-baik saja sama sekitarnya. Apalagi saat ada yang ngeluh kemudian ditenangkan sama ibunya. Bilang capek dipijitin sama ibunya, diajak ngobrol sama ibunya. Jadi kangen sama ibuk.  Hidup kadang terasa baik-baik aja meski seberat apapun masalah selama ada ibuk. Ya karna ibuk yang paling ngerti. Pas lagi sakit dan jauh dari rumah, ibuk yang peka dan nanyain gimana. Pas lagi kerasa sakit di rumah, ibuk yang ngurusin dan direpotin. Sekarang, pas lagi di rumah rasanya malah jauh dan sendirian. Dulu, sekitar 2017 atau 2018 waktu ditanya definisi rumah bagiku apa, aku pernah jawab kalo rumah bagiku...

Cemas(?)

Ada banyak hal yang akhir-akhir ini sering kualami Entah hanya kekhawatiran biasa atau ketakutan yang berlebihan Takut tidak bisa menjadi yang bisa diandalkan Takut hanya bisa jadi beban Takut berharap dan diharapkan Takut meninggalkan dan ditinggalkan Seharusnya banyak yang bisa kulakukan Ternyata malah cuma nangis dan pura-pura tegar Banyak hal yang ingin kuceritakan Tapi rasanya tak tahu harus bicara apa Ingin rasanya hanya ditenangkan tanpa ditanya masalahnya Kenapa rasanya sulit sekali bicara? Ingin mengeluh tapi takut disangka lemah Hingga kadang cuma bisa diam padahal sedang marah Sempat ingin menghilang Karna yakin hadirku tak lagi dibutuhkan Tapi takut kalo akhirnya malah nambah beban 

Kesedihan yang Tertunda, (Duka yang belum terselesaikan)

Dulu, aku selalu bilang,  Dari kehilangan kita belajar kuat,  Dari kehilangan kita belajar tegar,  Dari kehilangan kita belajar tabah,  Tapi bagaimana jika kehilangan yang dialami beruntun?  Akankah kita makin tabah? Akankah jadi makin tegar dan kuat? Atau justru makin berat belajar kuat?  Satu hal yang pasti,  Kehilangan selalu menyisakan sesal.  Ada banyak rasa sakit dan sedih saat kehilangan, tapi yang terbesar adalah penyesalan.  Sesak rasanya mengingat bagaimana hal yang harusnya bisa kita usahakan tapi urung kita lakukan.  Entah karena tidak terpikirkan atau karena sudah terlambat.  Kepergian satu per satu orang-orang tersayang sangat memberatkan. Bagaimana tetap bertahan untuk yang masih ada dan mengikhlaskan yang sudah meninggalkan.  Kadang sempat berpikir untuk menjadi egois dan ingin meninggalkan, tapi takdir tak mudah tertukar. Atau mungkin, Tuhan sedang beri teguran untuk tak berpikir demikian? Dengan cara kehilanga...

Serendipity

Semesta senang sekali bercanda dengan pertemuan-pertemuan yang tidak terencana.  Kebetulan-kebetulan yang seperti percikan air,  Membuat bahagia di hati mengalir.  Meski hanya sesaat merekah,  Senyum sore itu menjadi berkah.  Seolah segala yang terjadi setelahnya terasa indah.  Kamu seperti takdir bagiku, mengejutkan.  Datang saat tak ada yang kuharapkan.  Meski pertemuan itu tak pernah berjalan sebaik yang pernah kusemogakan. Setidaknya, hal itu mengingatkanku bahwa masih ada yang bisa membuatku berdebar.  Dulu, pertemuan kita juga hanya sebatas berpapasan. Di gerbang sekolah, di persimpangan jalan, di bus kota, di tempat-tempat tak terduga.  Sekolah kita berbeda, tetapi semesta senang sekali mengatur pertemuan tak sengaja.  Sekadar menghiburku yang sedang terluka atau saat aku berduka.  Kita tak pernah berkenalan, kita hanya sebatas pernah papasan. Di sekolah tempat pertama kita bertemu.  Aku bukan orang yang mudah mengi...

Loneliness

Menjadi terasing di antara orang-orang terdekat benar-benar menyakitkan.  Sedang menjadi asing di antara mereka sangat membuat kesepian.  Bagaimana orang-orang yang kesepian bisa bertahan sebegitu hebat sendirian?  Saat bahagia tiada singgah, sedang kesedihan masih nyaman bertahan.  Pada akhirnya kita, hanya akan saling mengasingkan di depan semua orang.  Dan aku, adalah yang terjahat di antara kita. Membiarkan orang lain terluka dan pergi begitu saja.  Di mata orang-orang yang memihak, sebesar apa pun kesedihan yang menggantung di hati yang lain, tak akan pernah ada artinya.  Kita, kurasa tidak akan pernah bisa saling mengerti saat di hati hanya ada rasa iri.  Bagaimana bisa saling menyembuhkan duka, jika saat ini kita malah saling menorehkan luka.  

Weltschmerz, "WorldPain", Melancholy

 Malam ini, semua perasaan sepi dan kehilangan itu kian membuncah. Perasaan-perasaan yang tidak terungkapkan selama ini begitu menyiksa, seperti memaksa untuk dikeluarkan semua. Bagaimana akhirnya aku harus menahannya? Semenjak kehilangan terbesar dalam hidupku selama beberapa waktu terakhir ini, rasanya aku sudah berusaha begitu keras menahan perasaan apapun untuk diluapkan, menahan cerita apapun untuk tersampaikan, mengunci mulutku rapat-rapat dan membiarkan diri ini tidak pernah lelap dalam malam-malam yang makin mencekam.  Jika kamu tahu bagaimana rasanya kehilangan, lantas mengapa melarang seseorang untuk bersedih? Mengapa mengatakan hal-hal yang dari awal membuat seseorang menahan segala perasaan sedihnya untuk diungkapkan?  "Aku pernah kehilangan, bahkan saat itu usiaku jauh lebih kecil darimu" Kenapa kalimat seperti itu selalu datang bahkan di saat aku belum sempat mengungkapkan kesedihanku, seperti melarangku bersedih, seolah sudah memberikan batasan untukku tida...